Jumat, 31 Januari 2014

ROTI BUAYA 2

Roti buaya


Setiap acara pernikahan yang mengusung adat Betawi, pasti tak pernah meninggalkan roti buaya. Biasanya roti yang memiliki panjang sekitar 50 sentimeter ini dibawa oleh mempelai pengantin laki-laki pada acara serah-serahan.
Selain roti buaya, mempelai pengantin laki-laki juga memberikan uang mahar, perhiasan, kain, baju kebaya, selop, alat kecantikan, serta beberapa peralatan rumah tangga.

Dari sejumlah barang yang diserahkan tersebut, roti buaya menempati posisi terpenting. Bahkan, bisa dibilang hukumnya wajib. Sebab, roti ini memiliki makna tersendiri bagi warga Betawi, yakni sebagai ungkapan kesetiaan pasangan yang menikah untuk sehidup-semati.
Asal muasal adanya roti buaya ini, konon terinspirasi perilaku buaya yang hanya kawin sekali sepanjang hidupnya. Dan masyarakat Betawi meyakini hal itu secara turun temurun.

Selain terinspirasi perilaku buaya, simbol kesetiaan yang diwujudkan dalam sebuah makanan berbentuk roti itu juga memiliki makna khusus. Menurut keyakinan masyarakat Betawi, roti juga menjadi simbol kemampanan ekonomi. Dengan maksud, selain bisa saling setia, pasangan yang menikah juga memiliki masa depan yang lebih baik dan bisa hidup mapan. 
Masyarakat Betawi percaya bahwa buaya kawin dengan satu pasangan, sehingga roti diyakini mewakili kesetiaan dari pasangan menikah.  Selama pernikahan, roti di samping pengantin yang diperhatikan oleh para tamu dan kondisi roti dianggap mewakili karakter pengantin pria. Buaya secara tradisional dianggap sangat sabar. Selain kesetiaan, roti juga merupakan pembentukan ekonomi.  Namun, dalam budaya modern simbolisme buaya memiliki berubah. Buaya dapat merujuk kepada hal-hal buruk, seperti di buaya peradilan (seseorang yang suka berjudi), minum buaya (seseorang yang suka minum minuman beralkohol) dan buaya Darat (orang yang tidak setia).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar